TIMELINE

Ini dia tanggal-tanggal penting yang perlu dicatat!
OLMAT UINSA 2017

Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya kembali menyapa adik-adik semua dengan acara tahunannya yakni Olimpiade Matematika 2017. Olimpiade ini diselenggarakan untuk jenjang MI/SD islam, MTs/SMP Islam dan MA/SMA Islam. Seperti yang telah diketahui bahwa, olimpiade matematika ini merupakan salah satu acara terbesar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, dan perlu diketahui juga olimpiade matematika (olmat) tahun ini akan diselenggarakan se-Jawa, dengan 19 rayon (Surabaya, Probolinggo, Malang, Jember, Banyuwangi, Lamongan, Jombang, Kediri, Madiun, Pamekasan,Pasuruan, Bandung, Jakarta, Surakarta, Yogyakarta, Kudus, Cirebon, Semarang dan Purwokerto) yang telah disiapkan untuk babak penyisihan, dan untuk babak semifinal maupun final diselenggarakan di UIN Sunan Ampel Surabaya.

  • value="1" data-thickness=".2" class="skill1" tabindex="-1" readonly="readonly" style="width: 36px; height: 21px; position: absolute; vertical-align: middle; margin-top: 21px; margin-left: -50px; border: 0px none; background: transparent none repeat scroll 0% 0%; font: bold 12px Arial; text-align: center; color: rgb(255, 255, 255); padding: 0px;" type="text">
    Pendaftaran

    01 April 2017 - 03 September 2017

  • value="2" data-thickness=".2" class="skill2" tabindex="-1" readonly="readonly" style="width: 36px; height: 21px; position: absolute; vertical-align: middle; margin-top: 21px; margin-left: -50px; border: 0px none; background: transparent none repeat scroll 0% 0%; font: bold 12px Arial; text-align: center; color: rgb(255, 255, 255); padding: 0px;" type="text">
    Babak Penyisihan Rayon

    10 September 2017

  • value="3" data-thickness=".2" class="skill3" tabindex="-1" readonly="readonly" style="width: 36px; height: 21px; position: absolute; vertical-align: middle; margin-top: 21px; margin-left: -50px; border: 0px none; background: transparent none repeat scroll 0% 0%; font: bold 12px Arial; text-align: center; color: rgb(255, 255, 255); padding: 0px;" type="text">
    Babak Semifinal

    16 September 2017

  • All About My Dream

    Sejak aku masuk Sekolah Dasar, aku sudah memiliki sebuah cita-cita. Cita-cita yang pertama kali aku miliki adalah menjadi seorang guru. Aku tidak tahu menjadi seorang guru adalah keinginanku sendiri atau karena melihat figur kedua orang tuaku yang menjadi seorang guru. Aku masih ingat ketika guruku menanyakan mengenai cita-cita untuk yang pertama kalinya.
    “Sekarang ibu mau bertanya, apa cita-cita kalian satu persatu!” seru Bu Yuli kepada murid yang sedang duduk dengan rapi di bangkunya masing-masing.
    “Ayo mulai dari kamu!” Bu Yuli menunjuk ke arah Lia yang duduk di depan deretan pertama.
    “Jadi dokter, bu!”
    “Jadi Polwan, bu!”
    “Jadi TNI, bu!”
    Semua anak menjawab dengan gembira dan bersemangat. Tetapi aku masih belum tahu apa yang menjadi cita-citaku. Sebuah profesi yang aku inginkan ketika aku besar nanti. Tiba giliranku untuk menjawab pertanyaan Bu Yuli.
    “Ayo Vita, apa cita-citamu?” tanya Bu Yuli lagi ketika aku terdiam untuk berfikir.
    “Ehm, jadi guru bu!” Entah dari mana aku bisa mengatakan jika aku ingin menjadi seorang guru, namun ku pikir itu tidaklah buruk.
    “Guru ya? Ternyata anakku ada juga yang punya cita-cita menjadi guru.” Ucap Bu Yuli sambil terseyum kecil.
    “Ayo Febri, apa cita-citamu?” Bu Yuli bertanya lagi pada anak yang lain.
    “Jadi Pramugari, bu!”
    “Guru ya? Ternyata anakku ada juga yang punya cita-cita menjadi guru.”. Kata-kata Bu Yuli itu terus terngiang di telingaku. Dan itu meyakinkanku untuk memiliki sebuah cita-cita yang sama dengan profesi kedua orang tuaku.
    Waktu terus berjalan, aku masih bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Aku terus memikirkan bagaimana aku bisa menjadi seorang guru sedangkan aku tak yakin karena aku bukanlah orang yang mampu bergaul dengan baik.
    Suasana di dalam rumah begitu sepi karena semua keluargaku tidak ada di rumah. Ayah dan Ibuku bekerja, sedangkan kakakku sekolah. Tinggal aku yang ada di rumah karena saat itu ada rapat guru dan sekolah di liburkan sehari.
    Tak ada yang bisa aku kerjakan selain menonton TV. Menonton sinema yang menjadi favoritku dan keluargaku. Awalnya aku tidak begitu peduli dengan jalan ceritanya, ya karena jalan cerita sinema Indonesia sangat mudah di tebak. Tetapi entah mengapa sinema itu cukup menarik perhatianku. Sinema itu bercerita tentang seseorang yang mengabdikan diri untuk menjadi seorang guru untuk anak jalanan.
    Sinema itu menjadikan hatiku bergetar dan ingin sekali menjadi seperti itu. Karena sinema itu, aku mempunyai keinginan untuk membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan yang mana mereka tidak di pungut biaya sedikitpun baik gedung, SPP, seragam,ataupun buku. Yang mana di Indonesia masih banyak anak yang putus sekolah karena kemiskinan.
    Tapi darimana aku bisa dapat biaya untuk membangun sekolah itu? Pertanyaan itu mulai berputar di kepalaku. Apa cukup hanya menjadi seorang guru dapat membangun sebuah sekolah lengkap dengan fasilitasnya? Mungkin jika menjadi seorang dosen itu semua dapat terwujud. Lagipula jika menjadi dosen tidak perlu banyak menjelaskan seperti halnya menjadi guru. Sudah ku putuskan, aku ingin menjadi seorang dosen bukan lagi menjadi seorang guru agar keinginanku untuk membangun sekolah itu dapat terwujud.
    “Kamu ingin menjadi dosen jurusan apa?” tanya Ibuku saat aku bercerita ingin menjadi seorang dosen.
    “Gak tau.” Jawabku singkat. Aku tidak pernah tau jika untuk menjadi dosen harus memikirkan harus menjadi dosen jurusan tertentu.
    “Oh, lebih baik kamu menjadi dosen jurusan matematika. Karena matematika itu di butuhkan di masyarakat!”
    Aku hanya mengangguk pelan.
    Apa iya aku bisa menjadi seorang dosen jurusan matematika? Sedangkan kemampuanku menghitung tak begitu bagus. Aku hanya bisa mengerjakan soal-soal yang baru di terangkan, namun setelah beberapa tahun semuanya hilang. Atau lebih tepatnya kemampuan mengingatku buruk. Mungkin aku akan memikirkan lagi tentang menjadi dosen untuk jurusan apa.
    Saat aku menginjak kelas 8, di adakan sebuah tes untuk mengukur IQ dan mengetahui minat siswa. IQ ku tak buruk karena ternyata aku masuk ke dalam kategori yang cukup tinggi. Dan untuk minatku, tertulis jika minat tertinggiku jatuh pada menyelesaikan problem orang atau singkatnya seperti psikologi.
    Benar juga, aku memang suka sekali jika diminta mendengarkan masalah yang dimiliki teman-temanku. Apa lebih baik aku menjadi dosen untuk jurusan Psikologi? Lagi pula menjadi psikologi itu bukanlah hal yang buruk.
    “Vit, ini ada edaran untuk menjadi agen pulsa!” seru ayahku ketika aku sedang mengerjakan tugas PKN yang semua mengenai Undang-Undang, membuat kepalaku pusing. “Kamu mau? Jadi tabunganmu jangan di simpan tapi di buat modal ini.” Ayahku memanglah seorang guru, tetapi ayahku sangat berbakat dalam bidang bisnis.
    “Oh iya, mau yah!” Jawabku singkat sambil terus mengerjakan tugas.
    Ayahku benar-benar mendaftarkanku untuk menjadi agen pulsa. Katanya, jika uang tabunganku di masukkan dalam celengan itu tidak akan menambah jumlahnya. Kalau di jadikan modal seperti ini kita bisa mendapatkan untung atau singkatnya uang yang kita miliki bisa bertambah.
    Pertama kali menjadi agen pulsa, aku hanya menjual kepada keluargaku saja karena aku tidak berani menawarkan kepada teman-temanku. Tetapi semua berubah ketika temanku meminta tolong untuk membelikan pulsa karena jarak rumahnya yang jauh dari counter pulsa.
    “Oh, aku jualan pulsa kok!” seruku ketika Aida berhenti berbicara.
    “Lho kamu jualan ta, Vit?” tanyanya dengan nada yang cukup senang. “Yaudah aku beli ya 5000 di nomorku.”
    Aku mengangguk pasti.
    “Vit, kamu jualan pulsa ta?” tanya Fatus teman sebangkuku saat Aida pergi menjauh.
    “Iya.”
    “Kenapa gak ngomong dari dulu, tau gitu kan aku beli pulsa aja di kamu.”
    Aku hanya tersenyum kecut.
    Sejak saat itu teman-temanku tahu jika aku jualan pulsa dan beberapa dari mereka ada yang membeli pulsa kepadaku. Waktu pun terus berjalan hingga aku duduk di kelas 11. Aku tetap ingin membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan dan tetap berjualan pulsa.
    Tetapi ada hal yang mengganjal cita-citaku. Saat aku membaca sebuah artikel di internet mengenai jurusan perguruan tinggi yang agak sulit untuk mendapatan pekerjaan, jurusan psikologi masuk ke dalamnya. Memang itu belum pasti, tetapi entah mengapa artikel itu sedikit membuatku ragu.
    Bagaimana jika benar, jurusan psikologi sulit untuk mendapatkan pekerjaan? Aku harus memikirkan ulang mengenai cita-citaku. Lagi-lagi aku pusing dengan pekerjaan yang cocok agar aku bisa membangun sekolah untuk anak jalanan itu.
    Hari ini adalah hari Sabtu, dimana hari yang biasa aku gunakan untuk menghilangkan penat dari pelajaran yang aku cerna dari hari Senin hingga Jumat. Aku menonton sebuah film Thailand yang di perankan oleh Pachara Chirathivat, aktor Thailand yang mulai terkenal dari film pertamanya Suckseed. Film kali ini berjudul “Top Secret The Billionaire”. Dan itu adalah kisah nyata dari seorang pengusaha muda.
    Film itu bercerita tentang TOP, seorang pengusaha muda yang sukses berbisnis saat usianya baru 19 tahun. Perjalanannya tak mudah, mulai dari di tipu orang hingga penyitaan rumahnya. Namun karena sifat pantang menyerahnya, dia mampu sukses dan makanan ringannya pun terjual hingga ke mancanegara termasuk Indonesia.
    Film itu sungguh menginspirasiku. Mungkin jika aku menjadi seorang pengusaha, aku bisa menjadi mewujudkan impianku membangun sekolah untuk anak jalanan. Iya, aku yakin itu. Tapi, aku harus memulai dari bisnis apa? Lagi dan lagi, hal itu yang selalu menjadi pengahalang besar impianku.
    “Permisi” ucap tetanggaku sambil membawa semangkuk pangsit yang terlihat menggiurkan, Tante Widi.
    Aku segera keluar dan mendatangi Tante Widi.
    “Ini pangsit yang akan di jual nanti, silahkan di coba.” Tante Widi memberikan mangkuk yang dibawanya.
    “Oh iya, tante. Terima kasih.” Aku mengambil mangkuk itu. “Gratis kan, tante?”
    “Iya gratis kok, tapi kalau mau nambah beli ya!” Jawab Tante Widi sambil tersenyum kecil kemudian berjalan menjauh dariku menuuju rumah tetanggaku yang lain.
    Belum ada satu bulan, warung Tante Widi cukup ramai dan bisa di bilang usahanya cukup sukses untuk seseorang yang baru memulai bisnisnya. Apa mungkin jika membuka warung makan, aku bisa memperoleh banyak keuntungan? Mungkin saja, lagipula banyak orang yang akan membutuhkan makanan dan minuman.
    Sudah aku putuskan jika aku akan membuka usaha warung makan. Mungkin bukan warung makan biasa. Aku akan membuka sebuah cafe. Cafe yang sukses hingga membuka cabang di seluruh Indonesia dan juga mancanegara. Lagipula banyak pengangguran di Indonesia yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Tapi, darimana aku mendapatkan modal untuk usahaku itu?
    Oh iya, aku sekarang masih menjadi agen pulsa. Mungkin keuntungan yang aku dapat bisa di tabung dan di jadikan modal usahaku itu. Tapi apakah cukup hanya dengan berjualan pulsa? Aku harus memikirkan ulang mengenai ini.
    “Tukang parkir itu gak bisa di anggap remeh. Masa iya penghasilannya melebihi gaji guru.” Kata ibuku tak habis pikir.
    “Iya bu, sekarang saja parkir 2000.” Sahut masku yang sedang memandangi laptopnya. “Nah kalau yang parkir ada 100, kan lumayan sudah dapat 200.000. Itu baru sehari.”
    “Lha iya, kalau di hitung-hitung ya sekitar 6.000.000 per bulan.” Ucap ibuku sambil berjalan menjauh ke arah dapur. “Iya kalau yang parkir hanya 100, kalau lebih?”
    Aku hanya terdiam mendengar pembicaraan ibuku dan masku.
    Aku masih tak habis pikir, tukang parkir saja bisa menghasilkan uang 6.000.000 per bulan. Aku salut dengan mereka. Apa iya aku harus membuka lahan parkir juga agar dapat membuka cafe dan membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan? Tapi itu bisa di pikirkan.
    Penghasilan tukang parkir satu hari saja sudah lumayan banyak. Mungkin aku akan membuka lahan parkir di tempat strategis. Apalagi sekarang anak sekolah tidak boleh membawa kendaraan yang membutuhkan SIM dan bisa saja mereka parkir di luar sekolah. Itu membuat keuntungan yang lebih bagi tukang parkir.
    Tapi, biarlah waktu berjalan dulu. Mungkin aku harus memikirkan pelajaran-pelajaran yang harus aku cerna terlebih dahulu. Baru jika aku lulus SMA nanti, aku akan kembali memikirkan cara untuk membangun sebuah cafe dan sebuah sekolah untuk anak jalanan. Dan aku yakin aku bisa mewujudkan cita-citaku itu.
    The End.

    Apakah cerita  ini berakhir? Tidak, cita-citaku belum terwujud. Dan aku harus berhasil mewujudkan cita-citaku itu. Aku harus bisa menjadi orang yang berguna di dunia ini. Ya, aku pasti bisa. Tapi untuk sekarang, mungkin hanya ini yang bisa aku ceritakan.
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Diberdayakan oleh Blogger.
    - See more at: http://www.komputerseo.com/2010/12/cara-memasang-gambar-animasi-lucu-di.html#sthash.AVdlx4AU.dpuf

    Pengikut

    Translate