All About My Dream
Sejak
aku masuk Sekolah Dasar, aku sudah memiliki sebuah cita-cita. Cita-cita yang
pertama kali aku miliki adalah menjadi seorang guru. Aku tidak tahu menjadi seorang
guru adalah keinginanku sendiri atau karena melihat figur kedua orang tuaku
yang menjadi seorang guru. Aku masih ingat ketika guruku menanyakan mengenai
cita-cita untuk yang pertama kalinya.
“Sekarang
ibu mau bertanya, apa cita-cita kalian satu persatu!” seru Bu Yuli kepada murid
yang sedang duduk dengan rapi di bangkunya masing-masing.
“Ayo
mulai dari kamu!” Bu Yuli menunjuk ke arah Lia yang duduk di depan deretan
pertama.
“Jadi
dokter, bu!”
“Jadi
Polwan, bu!”
“Jadi
TNI, bu!”
Semua
anak menjawab dengan gembira dan bersemangat. Tetapi aku masih belum tahu apa
yang menjadi cita-citaku. Sebuah profesi yang aku inginkan ketika aku besar
nanti. Tiba giliranku untuk menjawab pertanyaan Bu Yuli.
“Ayo
Vita, apa cita-citamu?” tanya Bu Yuli lagi ketika aku terdiam untuk berfikir.
“Ehm,
jadi guru bu!” Entah dari mana aku bisa mengatakan jika aku ingin menjadi
seorang guru, namun ku pikir itu tidaklah buruk.
“Guru
ya? Ternyata anakku ada juga yang punya cita-cita menjadi guru.” Ucap Bu Yuli
sambil terseyum kecil.
“Ayo
Febri, apa cita-citamu?” Bu Yuli bertanya lagi pada anak yang lain.
“Jadi
Pramugari, bu!”
“Guru ya? Ternyata anakku ada juga
yang punya cita-cita menjadi guru.”.
Kata-kata Bu Yuli itu terus terngiang di telingaku. Dan itu meyakinkanku untuk
memiliki sebuah cita-cita yang sama dengan profesi kedua orang tuaku.
Waktu
terus berjalan, aku masih bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Aku terus
memikirkan bagaimana aku bisa menjadi seorang guru sedangkan aku tak yakin
karena aku bukanlah orang yang mampu bergaul dengan baik.
Suasana
di dalam rumah begitu sepi karena semua keluargaku tidak ada di rumah. Ayah dan
Ibuku bekerja, sedangkan kakakku sekolah. Tinggal aku yang ada di rumah karena
saat itu ada rapat guru dan sekolah di liburkan sehari.
Tak
ada yang bisa aku kerjakan selain menonton TV. Menonton sinema yang menjadi
favoritku dan keluargaku. Awalnya aku tidak begitu peduli dengan jalan ceritanya,
ya karena jalan cerita sinema Indonesia sangat mudah di tebak. Tetapi entah
mengapa sinema itu cukup menarik perhatianku. Sinema itu bercerita tentang
seseorang yang mengabdikan diri untuk menjadi seorang guru untuk anak jalanan.
Sinema
itu menjadikan hatiku bergetar dan ingin sekali menjadi seperti itu. Karena
sinema itu, aku mempunyai keinginan untuk membangun sebuah sekolah untuk anak
jalanan yang mana mereka tidak di pungut biaya sedikitpun baik gedung, SPP,
seragam,ataupun buku. Yang mana di Indonesia masih banyak anak yang putus
sekolah karena kemiskinan.
Tapi
darimana aku bisa dapat biaya untuk membangun sekolah itu? Pertanyaan itu mulai
berputar di kepalaku. Apa cukup hanya menjadi seorang guru dapat membangun sebuah
sekolah lengkap dengan fasilitasnya? Mungkin jika menjadi seorang dosen itu
semua dapat terwujud. Lagipula jika menjadi dosen tidak perlu banyak
menjelaskan seperti halnya menjadi guru. Sudah ku putuskan, aku ingin menjadi
seorang dosen bukan lagi menjadi seorang guru agar keinginanku untuk membangun
sekolah itu dapat terwujud.
“Kamu
ingin menjadi dosen jurusan apa?” tanya Ibuku saat aku bercerita ingin menjadi
seorang dosen.
“Gak
tau.” Jawabku singkat. Aku tidak pernah tau jika untuk menjadi dosen harus
memikirkan harus menjadi dosen jurusan tertentu.
“Oh,
lebih baik kamu menjadi dosen jurusan matematika. Karena matematika itu di
butuhkan di masyarakat!”
Aku
hanya mengangguk pelan.
Apa
iya aku bisa menjadi seorang dosen jurusan matematika? Sedangkan kemampuanku
menghitung tak begitu bagus. Aku hanya bisa mengerjakan soal-soal yang baru di
terangkan, namun setelah beberapa tahun semuanya hilang. Atau lebih tepatnya
kemampuan mengingatku buruk. Mungkin aku akan memikirkan lagi tentang menjadi
dosen untuk jurusan apa.
Saat
aku menginjak kelas 8, di adakan sebuah tes untuk mengukur IQ dan mengetahui
minat siswa. IQ ku tak buruk karena ternyata aku masuk ke dalam kategori yang
cukup tinggi. Dan untuk minatku, tertulis jika minat tertinggiku jatuh pada
menyelesaikan problem orang atau singkatnya seperti psikologi.
Benar
juga, aku memang suka sekali jika diminta mendengarkan masalah yang dimiliki
teman-temanku. Apa lebih baik aku menjadi dosen untuk jurusan Psikologi? Lagi
pula menjadi psikologi itu bukanlah hal yang buruk.
“Vit,
ini ada edaran untuk menjadi agen pulsa!” seru ayahku ketika aku sedang mengerjakan
tugas PKN yang semua mengenai Undang-Undang, membuat kepalaku pusing. “Kamu
mau? Jadi tabunganmu jangan di simpan tapi di buat modal ini.” Ayahku memanglah
seorang guru, tetapi ayahku sangat berbakat dalam bidang bisnis.
“Oh
iya, mau yah!” Jawabku singkat sambil terus mengerjakan tugas.
Ayahku
benar-benar mendaftarkanku untuk menjadi agen pulsa. Katanya, jika uang
tabunganku di masukkan dalam celengan itu tidak akan menambah jumlahnya. Kalau
di jadikan modal seperti ini kita bisa mendapatkan untung atau singkatnya uang
yang kita miliki bisa bertambah.
Pertama
kali menjadi agen pulsa, aku hanya menjual kepada keluargaku saja karena aku
tidak berani menawarkan kepada teman-temanku. Tetapi semua berubah ketika
temanku meminta tolong untuk membelikan pulsa karena jarak rumahnya yang jauh
dari counter pulsa.
“Oh,
aku jualan pulsa kok!” seruku ketika Aida berhenti berbicara.
“Lho
kamu jualan ta, Vit?” tanyanya dengan nada yang cukup senang. “Yaudah aku beli
ya 5000 di nomorku.”
Aku
mengangguk pasti.
“Vit,
kamu jualan pulsa ta?” tanya Fatus teman sebangkuku saat Aida pergi menjauh.
“Iya.”
“Kenapa
gak ngomong dari dulu, tau gitu kan aku beli pulsa aja di kamu.”
Aku
hanya tersenyum kecut.
Sejak
saat itu teman-temanku tahu jika aku jualan pulsa dan beberapa dari mereka ada
yang membeli pulsa kepadaku. Waktu pun terus berjalan hingga aku duduk di kelas
11. Aku tetap ingin membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan dan tetap
berjualan pulsa.
Tetapi
ada hal yang mengganjal cita-citaku. Saat aku membaca sebuah artikel di
internet mengenai jurusan perguruan tinggi yang agak sulit untuk mendapatan
pekerjaan, jurusan psikologi masuk ke dalamnya. Memang itu belum pasti, tetapi
entah mengapa artikel itu sedikit membuatku ragu.
Bagaimana
jika benar, jurusan psikologi sulit untuk mendapatkan pekerjaan? Aku harus
memikirkan ulang mengenai cita-citaku. Lagi-lagi aku pusing dengan pekerjaan
yang cocok agar aku bisa membangun sekolah untuk anak jalanan itu.
Hari
ini adalah hari Sabtu, dimana hari yang biasa aku gunakan untuk menghilangkan
penat dari pelajaran yang aku cerna dari hari Senin hingga Jumat. Aku menonton
sebuah film Thailand yang di perankan oleh Pachara Chirathivat, aktor Thailand
yang mulai terkenal dari film pertamanya Suckseed. Film kali ini berjudul “Top
Secret The Billionaire”. Dan itu adalah kisah nyata dari seorang pengusaha
muda.
Film
itu bercerita tentang TOP, seorang pengusaha muda yang sukses berbisnis saat
usianya baru 19 tahun. Perjalanannya tak mudah, mulai dari di tipu orang hingga
penyitaan rumahnya. Namun karena sifat pantang menyerahnya, dia mampu sukses
dan makanan ringannya pun terjual hingga ke mancanegara termasuk Indonesia.
Film
itu sungguh menginspirasiku. Mungkin jika aku menjadi seorang pengusaha, aku
bisa menjadi mewujudkan impianku membangun sekolah untuk anak jalanan. Iya, aku
yakin itu. Tapi, aku harus memulai dari bisnis apa? Lagi dan lagi, hal itu yang
selalu menjadi pengahalang besar impianku.
“Permisi”
ucap tetanggaku sambil membawa semangkuk pangsit yang terlihat menggiurkan,
Tante Widi.
Aku
segera keluar dan mendatangi Tante Widi.
“Ini
pangsit yang akan di jual nanti, silahkan di coba.” Tante Widi memberikan
mangkuk yang dibawanya.
“Oh
iya, tante. Terima kasih.” Aku mengambil mangkuk itu. “Gratis kan, tante?”
“Iya
gratis kok, tapi kalau mau nambah beli ya!” Jawab Tante Widi sambil tersenyum
kecil kemudian berjalan menjauh dariku menuuju rumah tetanggaku yang lain.
Belum
ada satu bulan, warung Tante Widi cukup ramai dan bisa di bilang usahanya cukup
sukses untuk seseorang yang baru memulai bisnisnya. Apa mungkin jika membuka
warung makan, aku bisa memperoleh banyak keuntungan? Mungkin saja, lagipula
banyak orang yang akan membutuhkan makanan dan minuman.
Sudah
aku putuskan jika aku akan membuka usaha warung makan. Mungkin bukan warung
makan biasa. Aku akan membuka sebuah cafe. Cafe yang sukses hingga membuka
cabang di seluruh Indonesia dan juga mancanegara. Lagipula banyak pengangguran
di Indonesia yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Tapi, darimana aku
mendapatkan modal untuk usahaku itu?
Oh
iya, aku sekarang masih menjadi agen pulsa. Mungkin keuntungan yang aku dapat
bisa di tabung dan di jadikan modal usahaku itu. Tapi apakah cukup hanya dengan
berjualan pulsa? Aku harus memikirkan ulang mengenai ini.
“Tukang
parkir itu gak bisa di anggap remeh. Masa iya penghasilannya melebihi gaji
guru.” Kata ibuku tak habis pikir.
“Iya
bu, sekarang saja parkir 2000.” Sahut masku yang sedang memandangi laptopnya. “Nah
kalau yang parkir ada 100, kan lumayan sudah dapat 200.000. Itu baru sehari.”
“Lha
iya, kalau di hitung-hitung ya sekitar 6.000.000 per bulan.” Ucap ibuku sambil
berjalan menjauh ke arah dapur. “Iya kalau yang parkir hanya 100, kalau lebih?”
Aku
hanya terdiam mendengar pembicaraan ibuku dan masku.
Aku
masih tak habis pikir, tukang parkir saja bisa menghasilkan uang 6.000.000 per
bulan. Aku salut dengan mereka. Apa iya aku harus membuka lahan parkir juga
agar dapat membuka cafe dan membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan? Tapi
itu bisa di pikirkan.
Penghasilan
tukang parkir satu hari saja sudah lumayan banyak. Mungkin aku akan membuka
lahan parkir di tempat strategis. Apalagi sekarang anak sekolah tidak boleh
membawa kendaraan yang membutuhkan SIM dan bisa saja mereka parkir di luar
sekolah. Itu membuat keuntungan yang lebih bagi tukang parkir.
Tapi,
biarlah waktu berjalan dulu. Mungkin aku harus memikirkan pelajaran-pelajaran
yang harus aku cerna terlebih dahulu. Baru jika aku lulus SMA nanti, aku akan
kembali memikirkan cara untuk membangun sebuah cafe dan sebuah sekolah untuk
anak jalanan. Dan aku yakin aku bisa mewujudkan cita-citaku itu.
The
End.
Apakah
cerita ini berakhir? Tidak, cita-citaku
belum terwujud. Dan aku harus berhasil mewujudkan cita-citaku itu. Aku harus
bisa menjadi orang yang berguna di dunia ini. Ya, aku pasti bisa. Tapi untuk
sekarang, mungkin hanya ini yang bisa aku ceritakan.
Mengenai Saya
Arsip Blog
Diberdayakan oleh Blogger.
- See more at: http://www.komputerseo.com/2010/12/cara-memasang-gambar-animasi-lucu-di.html#sthash.AVdlx4AU.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar